Al Baqarah Ayat 219, 220, 221, dan 222

By | 24 Maret 2019

Asbabun Nuzul Surah Al Baqarah Ayat 219, 220, 221, dan 222.
Kali ini akan menerangkan tentang sebab-sebab turunnya ayat Al Qur’an surah Al Baqarah ayat ke-219, 220, 221, dan 222.

 يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ

Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “Kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan. (S. 2 : 219)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa segolongan sahabat ketika diperintah untuk membelanjakan hartanya dijalan Allah, datang menghadap kepada Rasulullah saw.dan berkata: “Kami tidak mengetahui perintah infaq yang bagaimana dan harta yang mana yang harus kami keluarkan itu”. Maka Allah menurunkan ayat “wayas alunaka madza yunfiqun, qulil `afwa” yang menegaskan bahwa yang harus dikeluarkan nafkahnya itu ialah selebihnya dari kelebihan hidup sehari-hari.
*Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa`id atau `Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Mu`adz bin Jabal dan Tsa`labah menghadap kepada Rasulullah saw. dan bertanya: “Ya Rasulullah, kami mempunyai banyak hamba sahaya (`abid) dan banyak pula anggota keluarga. Harta yang mana yang harus kami keluarkan untuk infaq?”. Maka turunlah ayat tersebut diatas (S. 2 : 219) yaitu “wayas alunaka madza yunfiqun, qulil `afwa”.
*Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Yahya.

فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْيَتٰمٰىۗ قُلْ اِصْلَاحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ ۗ وَاِنْ تُخَالِطُوْهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ ۗ وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَاَعْنَتَكُمْ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

Tentang dunia dan akhirat. Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, “Memperbaiki keadaan mereka adalah baik!” Dan jika kamu mempergauli mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan. Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia datangkan kesulitan kepadamu. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (S.2 : 220)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun ayat “wala taqrabu malal yatimi illa billati hiya ahsanu” (S. 6 : 152) dan ayat “innalladzina ya` kuluna amwalal yatama dhulman”, sampai akhir ayat” (S. 4 : 10), orang yang memelihara anak yatim memisahkan makanan dan minumannya dari makanan dan minuman anak-anak yatim itu. Begitu juga sisanya dibiarkan membusuk kalau tidak dihabiskan oleh anak-anak yatim itu. Hal tersebut memberatkan mereka. Lalu mereka menghadap Rasulullah saw. untuk menceritakan hal ini. Maka turunlah ayat tersebut diatas (S. 2 : 220) yang membenarkan menggunakan cara lain yang lebih baik.
*Diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasai, al-Hakim dan lain- lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas.

>وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ

Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran. (S. 2 : 221)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat “wala tankihul musyrikati hatta yu`minna” (S. 2 : 221) sebagai petunjuk atas permohonan Ibnu Abi Murtsid al-Ghanawiyang meminta idzin kepada Nabi saw. untuk menikah dengan seorang wanita musyrik yang cantik dan terpandang.
*Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim dan al-Wahidi yang bersumber dari Muqatil.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kelanjutan ayat tersebut diatas, dari mulai “wala amatun mu`minatun khairun sampai akhir ayat” (S. 2 : 221), berkenaan dengan Abdullah bin Rawahah yang mempunyai seorang hamba sahaya wanita (amat) yang hitam. Pada suatu waktu itu marah kepadanya, sampai menemparnya. Ia sesali kejadian itu, lalu menghadap kepada Nabi saw. untuk menceritakan hal itu: “Saya akan merdekakan dia dan mengawininya”. Lalu ia laksanakan. Orang-orang pada waktu itu mencela dan mengejeknya atas perbuatannya itu.

Ayat tersebut diatas menegaskan bahwa kawin dengan seorang hamba sahaya Muslimah, lebih baik daripada kawin dengan wanita musyrik.
Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari as-Suddi dari Abi Malik yang bersumber dari Ibnu Abbas. Dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi, Hadistnya munqathi.

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri. (S. 2 : 222)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa orang-orang yahudi tiada mau makan bersama-sama ataupun mencampuri istrinya yang sedang haidl, bahkan mengasingkan dari rumahnya. Para sahabat bertanya kepada Nabi saw. tentang hal itu. Maka turunlah ayat tersebut diatas (S.2 : 222. Bersabdalah Nabi saw. : “Berbuatlah apa yang pantas dilakukan dalam pergaulan suami istri, kecuali jima`”.
*Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi yang bersumber dari Anas. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh al-Barudi yang bersumber dari Ibnu Ishaq, dari Muhammad bin Abi Muhammad, dari `Ikrimah atau Sa`id yang bersumber dari Ibnu Abbas, dikatakan bahwa yang bertanya itu ialah Tsabit bin ad-Dahdah. Dan menurut riwayat Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi, dikemukakan seperti itu juga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *