Al Baqarah Ayat 194, 195, dan 196

By | 20 November 2018

Asbabun Nuzul Surah Al Baqarah Ayat 194, 195, dan 196.
Berisi tentang sejarah  atau sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat Al Qur’an: surah Al Baqarah ayat ke-194, 195, dan 196.

اَلشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمٰتُ قِصَاصٌۗ فَمَنِ اعْتَدٰى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوْا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدٰى عَلَيْكُمْ ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ﴿۱۹۴

Bulan haram dengan bulan haram, dan (terhadap) sesuatu yang dihormati berlaku (hukum) qisas. Oleh sebab itu barangsiapa menyerang kamu, maka seranglah dia setimpal dengan serangannya terhadap kamu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (S. 2 : 194)

Dalam suatu riwayat dikemukakan peristiwa sebagai berikut :
berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ‘umrah dengan membawa qurban. Setibanya di Hudaibiah, dicegat oleh kaum musyrikin, dan dibuatlah perjanjian yang isinya antara lain agar Kamu Muslimin menunaikan ‘umrahnya pada tahun berikutnya. Pada bulan Dzulqa’idah tahun berikutnya, berangkatlah Nabi saw. beserta sahabatnya ke Mekah, dan tinggal disana selama tiga malam.

Kaum musyrikin merasa bangga dapat menggagalkan maksud Nabi saw. untuk ‘umrah pada tahun yang lalu. Allah swt. membalasnya dengan meluluskan maksud ‘umrah pada bulan yang sama pada tahun berikutnya.Turunnya ayat tersebut diatas (S. 2 : 194), berkenaan dengan peristiwa itu.
*Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah.

وَاَنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَاَحْسِنُوْا ۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ﴿۱۹۵

Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuatbaiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (S. 2 :195)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini (S. 2: 195) turun berkenaan dengan hukum nafaqah.
*Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Hudzaifah.

Dalam riwayat lain dikemukakan peristiwa sebagai berikut:
Ketika Islam telah jaya dan berlimpah pengikutnya, kaum Anshar berbisik kepada sesamanya : “Harta kita telah habis, dan Allah telah menjayakan Islam. Bagaimana sekiranya kita membangun dan memperbaiki ekonomi kembali?”. Maka turunlah ayat tersebut diatas (S. 2 : 195) sebagai teguran kepada mereka, jangan menjerumuskan diri pada “tahlukah”.
*Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim dan yang lainnya yang bersumber dari Abi Ayub al-Anshari. Menurut Tirmidzi, hadist ini shahih.

Dalam riwayat lain dikemukakan peristiwa sebagai berikut :
Kaum Anshar terkenal gemar bersadaqah dengan mengeluarkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya. Disaat peceklik (musim kelaparan), mereka tidak lagi memberikan sadaqah. Maka turunlah ayat tersebut diatas (S. 2 : 195).
*Diriwayatkan oleh at-Thabarani dengan sanad yang shahih yang bersumber dari Abi Jubairah bin Dlahhak.

Menurut riwayat lain, tersebutlah seorang yang menganggap bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa yang pernah dilakukannya. Maka turunlah “Wala tulqu biaidikum ilat-tahlukah’.
*Diriwayatkan oleh at-Thabarani dengan sanad yang shahih dan kuat, yang bersumber dari an-Nu’man bin Basyir.Hadist ini diperkuat oleh al-Hakim yang bersumber dari al-Barra.

وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ ۗ فَاِنْ اُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ ۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖٓ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَامٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍ ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ ۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗذٰلِكَ لِمَنْ لَّمْ يَكُنْ اَهْلُهٗ حَاضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ﴿۱۹۶

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, maka barangsiapa mengerjakan umrah sebelum haji, dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh (hari). Demikian itu, bagi orang yang keluarganya tidak ada (tinggal) di sekitar Masjidilharam. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya. (S. 2 : 196)

Mengenai turunnya ayat ini, terdapat beberapa peristiwa sebagai berikut :
a. Seorang laki-laki berjubah yang semerbak dengan wangi-wangian za’faran menghadap kepada Nabi saw. dan berkata : “Ya Rasulullah, apa yang harus saya lakukan dalam menunaikan ‘umrah?”. Maka turunlah “wa atimmulhajja wal ‘umrata lillah”. Rasulullah bersabda: “Mana orang yang tadi bertanya tentang ‘umrah itu?” Orang itu menjawab: “Saya, Ya Rasulullah”. Selanjutnya Rasulullah saw. bersabda: “Tanggalkan bajumu, bersihkan hidung dan mandilah dengan sempurna, kemudian dengan kerjaan apa yang biasa kau kerjakan pada waktu haji”.
*Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Shafwan bin Umyyah.

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Ka’b bin ‘Ujrah ditanya tentang firman Allah “fafid-yatum min ahiyamin aw shadaqatin aw nusuk” (S. 2 : 196). Ia bercerita sebagai berikut:
“Ketika sedang melakukan umrah, saya merasa kepayahan, karena dirambut dan muka saya bertebaran kutu. Ketika itu Rasulullah saw. melihat aku kepayahan karena penyakit pada rambutku itu. Maka turunlah “fafid-yatum min ahiyamin aw shadaqatin aw nusuk” khusus tentang aku dan berlaku bagin semua. Rasulullah saw. bersabda: “Apakah kau punya biri-biri untuk fid-yah?” Aku menjawab bahwa aku tidak memilikinya. Rasulullah bersabda: “Bershaumlah kamu tiga hari, atau beri makanlah enam orang miskin, tiap orang setengah sha'(11/2 liter) makanan, dan bercukurlah kamu”.
*Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ka’b bin ‘Ujrah.

Dalam riwayat lain dikemukakan, ketika Rasulullah saw. beserta sahabat berada di Hudaibiah sedang berihram, kaum musyrikin melarang mereka meneruskan umrah. Salah seorang sahabat, yaitu Ka’b bin Ujrah, kepalanya penuh kutu sehingga bertebarang kemukanya. Ketika itu Rasulullah lalu didepannya, dan melihat Ka’b kepayahan. Maka turunlah : “faman kana minkum maridlan aw bihi adzan mirra’sihi fafid-yatun min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk”, lalu Rasulullah bersabda: “Apakah kutu-kutu itu mengganggu?” Rasulullah menyuruh agar ia bercukur dan membayar fidyah.
*Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari Ka’b.

Dalam riwayat lainnya dikemukakan: Ketika Rasulullah dan para sahabat berhenti di Hubaidiah (daalam perjalanan umrah), datanglah Ka’b bun’Ujrah yang dikepala dan mukanya bertebaran kutu karena banyaknya. Ia berkata: “Ya Rasulullah kutu-kutu ini sangat menyakitiku”. Maka turunlah: “faman kana minkum maridlan aw bihi adzan mirra’sihi fafidyatun min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk”(S. 2 : 196).
*Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari ‘Atha yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *