Al Baqarah Ayat 184, 186, dan 187

By | 14 November 2018

Asbabun Nuzul Surah Al Baqarah Ayat 184, 186, dan 187.
Ini menjelaskan tentang sebab-sebab atau sejarah turunnya ayat-ayat Al Qur’an: surah Al Baqarah ayat ke-184, 186, dan 187.

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ﴿۱۸۴

(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (S. 2 : 184)

Ayat ini (S. 2 : 184) turun berkenaan dengan maula Qais bin Assa-ib yang memaksakan diri bershaum, padahal ia sudah tua sekali. Dengan turunnya ayat ini (S. 2 : 184), ia berbuka dan membayar fid-yah dengan memberi makan orang miskin, selama ia tidak bershaum itu.
*Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’id didalam kitab at-Thabaqat yang bersumber dari Mujahid.

وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ﴿۱۸۶

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran. (S. 2 : 186)

Ayat ini turun berkenaan dengan datangnya seorang Arab Badui kepada Nabi saw. yang bertanya : “Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat menujat/memohon kepada-Nya?”. Nabi saw. terdiam, hingga turunlah ayat ini (S. 2 : 186) sebagai jawaban terhadap pertanyaan itu.
*Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim Ibnu Marduwaih, Abussyaikh dan lain-lainnya dari beberapa jalan;dari Jarir bin Abdul Hamid, dari Abdah as-Sajastani, dari as-Shalt bin Hakim bin Mu’awiyah bin Jaidah, dari bapaknya yang bersumber dari datuknya.

Menurut riwayat lain, ayat ini (S. 2 : 186) turun sebagai jawaban terhadap beberapa sahabat yang bertanya kepada Nabi saw. : “Di manakah Tuhan kita?”.
*Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dari Hasan, tetapi ada bersumber lain yang memperkuatnya. Hadist ini mursal.

Menurut riwayat lain, ayat ini (S. 2 : 186) turun berkenaan dengan sabda Rasulullah saw. : “Janganlah kalian berkecil hati dalam berdu’a, karena Allah telah berfirman “Ud’uni astajib lakum” Berkatalah salah seorang diantara mereka “Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan mendegar du’a kita atau bagaiman?”. Sebagai jawabannya, turunlah ayat ini (S. 2 : 186).
*Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir yang bersumber dari Ali.

Menurut riwayat lain, setelah turun ayat “Waqala rabbukum ud’uni astajib lakum” (S. 40 : 60), para sahabat tidak mengetahui bilamana yang tepat untuk berdu’a. Maka turunlah ayat ini (S. 2 : 186).
*Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Atha bin Abi Rabbah.

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ﴿۱۸۷

Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa. (S. 2 : 187)

Mengenai turunnya ayat ini, terdapat beberapa peristiwa sebagai berikut :

a. Para sahabat Nabi saw. menganggap bahwa makan, minum dan mengggauli istrinya pada malam hari bulan Ramadhan, hanya boleh dilakukan sementara mereka belum tidur. Diantara mereka Qais bin Shirmah dan ‘Umar bin Khattab. Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar) merasa kepayahan setelah bekerja pada siang harinya. Karenanya setelah shalat ‘Isya, ia tertidur, sehingga tidak makan dan minum hingga pagi. Adapun Umar bin Khattab menggauli istrinya setelah tertidur pada malam hari bulan Ramadhan. Keesokan harinya, ia menghadap kepada Nabi saw. untuk menerangkan hal itu. Maka turunlah ayat, “Uhilla lakum laila tashshiamir rafatsu sampai atimush shiyama ilal lail” (S. 2; 187).
*Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim dari ‘Abdurrahman bin Abi Laila, yang bersumber dari Mu’adz bin Jabal. 
Hadist ini masyhur dari Ibnu Abi Laila. Walaupun ia tidak mendengar langsung dari Mu’adz bin Jabal, tapi mempunyai sumber lain yang memperkuatkannya.

b. Seorang sahabat Nabi saw. tidak makan dan minum pada malam bulan Ramadhan, karena tertidur setelah tibanya waktu berbuka puasa. Pada malam itu ia tidak makan sama sekali,dan keesokan harinya ia bershaum lagi.Seorang sahabat lainnya bernama Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar), ketika tibanya waktu berbuka shaum, meminta makanan kepada istrinya yang kebetulan belum tersedia. Karena istrinya menyediakan makanan, karena lelahnya bekerja pada siang harinya, Qais bin Shirmah tertidur. Berkatalah ia : “Wahai celaka kau”. Pada tengah hari keesokan harinya, Qais bin Shirmah pingsan. Kejadian ini disampaikan kepada Nabi saw. Maka turunlah ayat tersebut diatas (S. 2 : 187)sehingga gembiralah Kaum Muslimin.

c. Para sahabat Nabi saw. apabila tiba bulan Ramadlan, tidak mendekati istrinya sebulan penuh. Akan tetapi terdapat diantaranya yang tidak dapat menahan nafsunya. Maka turunlah ayat “‘Alimal lahu annakum kuntum takhtanuna anfusakum fataba ‘alaikum wa’fa ‘ankum sampai akhir ayat”.
*Diriwayatkan oleh Bukhari dari al-Barra.

d. Pada waktu itu ada anggapan bahwa pada bulan Ramadlan yang shaum haram makan, minum dan menggauli istrinya setelah tertidur malam hari sampai ia berbuka shaum keesokan harinya. Pada suatu ketika ‘Umar bin Khattab pulang dari rumah Nabi saw. setelah larut malam. Ia menginginkan menggauli istrinya, tapi istrinya berkata : “Saya sudah tidur”. ‘Umar berkata : “Kau tidak tidur”, dan ia pun menggaulinya. Demikian juga Ka’b berbuat seperti itu. Keesokan harinya ‘Umar menceritakan hal dirinya kepada Nabi saw. Maka turunlah ayat tersebut diatas (S. 2 : 187) dari awal sampai akhir ayat.
*Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim dari Abdullah bin Ka’b bin Malik, yang bersumber dari bapaknya.

e. Kata “Minal Fjri” dalam (S. 2 : 187) diturunkan berkenaan dengan orang-orang pada malam hari, mengikat kakinya dengan tali putih dan tali hitam, apabila hendak shaum. Mereka makan dan minum sampai jelas terlihat perbedaan antara kaedua tali tu. Maka turunlah “Minal Fajri”. Kemudian ia mengerti bahwa Khaithul abyadlu minal khaitil aswadi itu tiada lain adalah siang dan malam.
*Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Sahl bin Sa’id.

f. Kata “Wala tubasyiruhunna wa antum ‘akifuna fil masajidi” dalam (S. 2 : 187) tersebut diatas, turun berkenaan denagn seorang sahabat yang keluar dari masjid untuk menggaul istrinya disaat ia sedang i’tikaf.
*Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah.

2 thoughts on “Al Baqarah Ayat 184, 186, dan 187

  1. Rasiyam

    saya ucapkan terima kasih artikel asbabun nuzul ayat 184-187 yang dapat menambah wawasan saya dalam memahami al-quran khususnya dalam berpuasa ramadhan. Semoga amal ibadahnya selalu melimpah pahalanya. Aamiin, dan diberikan kebahagiaan di dunia hingga akhirat.

    Reply
  2. Nadia

    Punten min, sertakan sumbernya min dari kitab apa, buat tambah2 referensi, maturnuhun..

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *