Asbabun Nuzul Surah Al Baqarah Ayat 142, 143, dan 144.
Berikut ini adalah latar belakang historis turunnya ayat-ayat Al Qur’an surah Al Baqarah (ayat 150, 154, dan 158)
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۙ لِئَلَّا يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ اِلَّا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِيْ وَلِاُتِمَّ نِعْمَتِيْ عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَۙ ﴿۱۵۰
Dan dari manapun engkau (Muhammad) keluar, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arah itu, agar tidak ada alasan bagi manusia (untuk menentangmu), kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, agar Aku sempurnakan nikmat-Ku kepadamu, dan agar kamu mendapat petunjuk. (S. 2 : 150)
Didalam duatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat tersebut diatas (S. 2 : 150) sehubungan dengan peristiwa sebagai berikut : Ketika Nabi saw. memindahkan arah kiblat dari Baitil Maqdis ke Ka’bah, kaum musyrikin Mekah berkata: “Muhammad dibingungkan oleh Agamanya. Ia memindahkan arah qiblatnya ke arah kiblat kita. Ia mengetahui bahwa jalan kita lebih benar dari pada jalannya, dan ia sudah hampir masuk agama kita”.
*Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi melalui sanad-sanadnya.
وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُّقْتَلُ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتٌ ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ وَّلٰكِنْ لَّا تَشْعُرُوْنَ ﴿۱۵۴
Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (S. 2 : 154)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat tersebut diatas (S. 2 : 154)sehubungan dengan gugurnya Sahabat Nabi saw. yaitu Tamin bin al-Hammam pada peperangan Badr, dan dalam peristiwa itu gugur pula para Sahabat lainnya.
*Diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dari as-Suddi as-Shaghir, dari al-Kalbi, dari Abi Saleh yang bersumber dari Ibnu Abbas.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa para ulama sepakat bahwa yang gugur itu ‘Umair bin al-Hammam, tetapi as-Suddi keliru menyebutnya.
*Diriwayatkan oleh Abu Na’iem.
اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ ﴿۱۵۸
Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syi‘ar (agama) Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa‘i antara keduanya. Dan barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui. (S. 2 : 158)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ‘Urwah bertanya kepada ‘Aisyah : “Bagaimana pendapatmu tentang firman Allah “Innas shafa walmarwata hingga akhir ayat” (S. 2 : 158). Menurut pendapatku ayat ini menegaskan bahwa orang yang tidak thawaf di kedua tempat itu tidak berdosa”. ‘Aisyah menjawab : “Sebenarnya ta’wilmu (interpretasimu) itu, hai anak saudariku, tidaklah benar. Akan tetapi ayat ini (S. 2 : 158) turun mengenai Kaum Anshar. Mereka yang sebelum masuk Islam mengadakan upacara keagamaan kepada Manat (tuhan mereka) yang jahat, menolak berthawaf antara Shafa dan Marwah. Mereka bertanya kepada Rasulullah saw. : “Wahai Rasulullah, dizaman Jahiliyyah kami berkeberatan untuk thawaf di Shafa dan Marwah”.
*Diriwayatkan oleh as-Syaikhani dan yang lainnya dari ‘Urwah yang bersumber dari ‘Aisyah.
Di dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ‘Ashim bin Sulaiman bertanya kepada Anas tentang Shafa dan Marwah. Anas berkata : “Kami berpendapat bahwa thawaf antara Shafa dan Marwah adalah upacara dizaman Jahiliyyah, dan ketika Islam datang, kami tidak melakukannya lagi”. Maka turunlah ayat tersebut diatas (S. 2 : 158) yang menegaskan hukum sa’i dalam Islam.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari ‘Ashim bin Sulaiman.
Di dalam riwayat lainnya dikemukakan bahwa Ibnu Abbas menerangkan bahwa syaitan-syaitan dizaman Jahiliyyah berkeliaran pada malam hari antara Shafa dan Marwah, dan diantara kedua tempat itu terletak berhala-berhala mereka. Ketika Islam datang, berkatalah Kaum Muslimin kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah kami tidak akan berthawaf antara Shafa dan Marwah, karena upacara itu biasa kami lakukan dizaman Jahiliyyah”. Maka turunlah ayat tersebut diatas (S. 2 : 158).
*Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Ibnu Abbas.